Monday, April 30, 2007

Renungan: Mengenal Diri sebagai Jalan Meningkatkan Iman dan Taqwa

Salah satu cara untuk dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah swt, adalah senantiasa mengenal diri kita masing-masing, yakni mengenal siapa Pencipta dan Pemilik kita? Kemana diri kita kan kembali? Dan dari apa dan dari mana diri kita ini diciptakan? Ayat al-Qur’an menyatakan, “Dan pada dirimu sendiri apakah kamu tidak memperhatikan?” (Q.S. Adz Dzariyaat : 21).

Untuk itu, mari kita bahas hal-hal tersebut di atas!

1. Siapa Pencipta dan Pemilik kita? Untuk menjawab hal ini, mari kita lihat ayat al-Qur’an Surah al-Baqarah : 155 – 156, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar; (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’uun (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya lah kami akan kembali).”

Ayat al-Qur’an Surah al-Baqarah : 155 – 156, tersebut di atas sangat jelas mengatakan bahwa kita ini beserta atribut yang melekat adalah milik Allah swt. Sehingga kita dianjurkan untuk bersabar apabila ada suatu cobaan yang tidak kita inginkan sama sekali menimpa diri kita, baik itu cobaan besar maupun cobaan kecil, seperti gempa bumi, banjir, ketakutan, kelaparan, kekurangan harta bahkan kematian sekalipun. Semua itu harus dihadapi dengan tabah sambil merenungkan dan bertindak untuk mengambil sikap bagaimana cara kita mengatasi cobaan tersebut, dengan tetap dilandasi oleh suatu pandangan Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’uun.

2. Dari apa dan dari mana diri kita diciptakan? Untuk menjawab hal ini, Allah swt, telah menjelaskan, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal dari) tanah; Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh; Kemudian air mani (nuthfah) itu Kami jadikan segumpal darah (‘alaqah), lalu ‘alaqah itu Kami jadikan segumpal daging (mudhghah), dan mudhghah itu Kami jadikan tulang belulang (‘idham), lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci-lah Allah Pencipta yang paling baik.” (Q.S. al-Mu’minuun : 12 – 14).

Dari ayat tersebut di atas, dapatlah kita pahami bahwa kejadian manusia melalui dua proses, yaitu proses fisik (materi) dan proses nonfisik (immateri).

Dari proses secara fisik (materi) yang dimulai dari saripati tanah dan diakhiri dengan dibungkusnya tulang belulang (‘idham) dengan daging (lahm). Maka diri kita ini dapatlah dipastikan akan berakhir kembali ke alam materi, yakni berada di kuburan yang terpendam di dalam tanah. Di atas kuburan tumbuh rerumputan, lalu rerumputan itu dimakan oleh hewan herbivora, lalu hewan herbivora itu dimakan oleh manusia, kemudian manusia akan mati yang akan dikubur kembali dan menjadi pupuk bagi tanaman, lalu tanaman itu dimakan manusia lagi dan begitulah seterusnya.

Oleh karena itu, Islam sangat menentang pandangan yang menyatakan bahwa meteri adalah ukuran segala-galanya bagi kemuliaan seseorang.

Lalu, apa sebenarnya ukuran kemuliaan seseorang? Di dalam ayat di atas dilanjutkan dengan kalimat: Tsumma ansya’ naahu khalqan aakhara, kemudian Kami ciptakan makhluk (dalam bentuk) lain pada manusia itu. Inilah proses kejadian manusia yang bersifat nonfisik atau immateri. Menurut mufassir, kalimat ansya’naahu menunjukkan terciptanya sesuatu yang baru pada diri manusia yang tidak dicakup dan tidak diiringi oleh materi sebelumnya. Ibnu Katsir berpendapat bahwa yang dimaksud tsumma ansya’naahu khalqan aakhar adalah kemudian Allah meniupkan ruh ke dalam diri manusia (wanafakha fiihi min ruuhihi).

Lalu, apa hakikat ruh itu? Nah, hal ini merupakan misteri yang hanya Allah saja yang Maha Tahu. “Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah, Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (Q.S. al-Israa’ : 85).

Jadi, ruh itu bersifat ghaib dan immateri, dan akan kembali ke alam immateri yaitu alam barzah. Manusia memang terdiri atas jasad dan ruh, tetapi yang hakikat diantara kedua substansi itu adalah ruh. Jasad hanyalah alat ruh di alam nyata. Suatu ketika, jasad akan terpisah dengan ruh yang disebut dengan maut atau mati. Yang mati adalah jasad sedangkan ruh akan melanjutkan eksistensinya di alam barzah.

Jadi, dimana letak ukuran kemuliaan manusia itu? Ukuran kemuliaan seseorang terletak pada sejauh mana dia mampu memelihara dan mengembangkan sifat-sifat ketuhanan yang telah diberikan Allah swt, secara terpadu dalam perjalanan hidup dan kehidupannya sehari-hari.

Kalau begitu, apa fungsi materi itu? Materi adalah alat penunjang bagi pengembangan dan perwujudan sifat-sifat ketuhanan. Karena berfungsi sebagai penunjang, manusia dilarang berlebih-lebihan dalam mencintai materi karena akan merusak pengembangan sifat-sifat ketuhanan yang melekat pada diri manusia.

Oleh karena itu, ada baiknya kita mengoreksi diri kita masing-masing, apakah kita masih senang merias jasmani daripada merias rohani kita. Yang jelas Islam mengajarkan keserasian, keseimbangan, dan keselarasan dalam hidup dan kehidupan, keseimbangan antara kebutuhan jasmani dan rohani, antara kepentingan individu dan sosial, dan sebagainya. Dengan adanya koreksi diri semacam itu, insya Allah hidup kita akan selamat dan bahagia dunia dan akhirat. Aamiin.


Iman dan Pertolongan Allah

RISALATUL-IKHWAN,

Bil. 29, Jumaat 29 Ramadhan 1417, (7 feb. 1997)

Dari pena Mustafa Masyhur

IMAN SENJATA UTAMA DAN TAQWA BEKALAN UTAMA

Iman dan Pertolongan Allah

Sesungguhnya keadaan umat Islam menimbulkan rasa belas dan takut .. kelemahan, perselisihan, penguasaan musuh dan tipu daya mereka terhadap Islam dan Muslimin …. semua faktor-faktor ini mungkin menimbulkan sedikit rasa putus asa atau kecewa di dalam jiwa, tetapi keimanan kepada Allah dan merasa mulia dengan agamanya, jihad pada jalannya serta cinta kepada mati syahid tetap menimbulkan harapan yang besar terhadap pertolongan Allah. Adapun Allah adalah maha suci, maha kuat lagi berkuasa. Dialah penolong bagi hamba-hambanya yang beriman dan penunduk orang orang yang bongkak daripada musuh-musuhNya. Adapun kita di dalam bulan Ramadhan ini yang merupakan bulan kemenangan di mana peperangan Badar adalah sebaik-baik saksi terhadap pertolongan Allah bagi hamba-hambaNya yang beriman walaupun mereka sedikit. Allah berfirman

“Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah berserta dengan orang-orang yang sabar” (al-Baqarah: 249)

dan lagi

“(yang sebenarnya) bukanlah kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allahlah yang melempar” (al Anfal: 17)

Benar, sesungguhnya musuh zionis bermegah-megah dan mengiklankan permusuhannya serta niatnya yang keji terhadap orang-orang Palestin bahkan terhadap Muslimin seluruhnya, dan apa yang disembunyikan di sebalik hati-hati mereka adalah lebih besar. Sesungguhnya ia telah merampas satu cebisan yang begitu mulia daripada tanah air Islam kerana padanyalah al Masjidil Aqsa, qiblat yang pertama dan “Haram” yang ketiga. Berita-berita tentang penyambungan terowong di bawah masjidil Aqsa menunjukkan niat mereka untuk mendedahkan kepada kemusnahan. Dia juga berterusan untuk menyahudikan al Quds dan mengeluarkan orang-orang Palestin daripada timur al Quds. Mereka juga menuduh Siria membantu Hizbullah di Lubnan yang mempertahankan bumi Lubnan yang terjajah. Begitulah mereka bertindak seolah-olah merekalah tuan punya tanah dan tuan-tuan yang sebenar merupakan perampas. Kita juga mendapati Amerika dan beberapa negara barat menyokongnya dalam pencerobohannya dan kesombongannya. Begitu juga kita melihat perangkap ke atas Muslimin pada berbagai penjuru, dan kelemahan bumi Islam serta tiadanya bantuan terhadap saudara-saudaranya sesama Islam yang terdedah kepada perangkap dan penderitaan ini. Tapi disebalik gambaran yang menyedihkan ini kita mestilah memulakan dengan diri kita untuk menjadi mukmin yang sebenar serta melazimkan diri kita dengan sifat-sifat mukmin, mendokong hak-hak ukhuwwah di antara kita dan memohon pertolongan daripada Allah niscaya Allah akan menolong kita ke atas semua musuh-musuh. Adapun masa depan adalah untuk Islam.

“Dan perangilah mereka supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah” (al Anfal: 39).

dan benarlah Allah berfirman:

“Dialah yang mengutuskan RasulNya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang-orang musyrik benci” (as-Saff: 9)

ke atas Muslimin seluruhnya perlulah membetulkantawakal kepada Allah kerana Allahlah sebaik-baik pelindung dan pemberi pertolongan. Dan hendaklah mereka menjadi seperti mereka yang telah disifatkan oleh Allah dalam firmannya:

“(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, kerana itu takutlah lepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung. Maka mereka kembali dengan nikmat dan kurnia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai kurnia yang besar” (Ali Imran: 173-174).

Fenomena Penyembahan Syaitan (berita di Mesir: pent)

Sesungguhnya fenomena ini perlu kita selidik dan analisa maka kita berpendapat sesungguhnya Allah swt memberi amaran pada kita terhadap tipu daya syaitan dan perangkapnya seperti firman Allah:

“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh (mu), kerana syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya menjadi penghuni neraka yang menyala” (Faathir: 7)

dan firmannya lagi: “Bukankah Aku telah memerintahkan padamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu. dan hendaklah kamu menyembahKu. Inilah jalan yang lurus” (Yasin: 60 61)

Oleh itu ia menjadi satu kewajiban terhadap Muslimin untuk berpesan-pesan dengan kebenaran dan berpesan-pesan dengan kesabaran serta tolong menolong di dalam perkara kebaikan dan taqwa dan jangan tolong menolong di dalam perkara dosa dan permusuhan. dan firmannya lagi: “Inilah jalanKu yang lurus, maka hendaklah kamu ikuti. Janganlah kamu ikut jalan-jalan (cara hidup) yang lain, kelak kamu akan bercerai berai dari JalanNya. Inilah yang dipesankan oleh Tuhanmu kepada kamu mudah-mudahan kamu bertaqwa” (al-An`am: 153).

Sepatutnyalah kita mengambil tahu sebab-sebab munculnya fenomena yang buruk ini agar kita dapat melindungi pemuda-pemuda kita daripada tergelincir ke dalamnya. Adapun saya mengira bahawa sebab utama berpuncanya daripada musuh zionis dan barat dan sesungguhnya Camp David telah membantu membawa penyakit ini. Zionism telah membawa kerosakan ini kepada negara kita. Mereka telah membantu kemasukan dadah dan kaset-kaset yang mengandungi penyelewengan serta lucah. Kita juga tidak lupa bahawa Yahudilah bertanggungjawab disebalik atisme yang lahir di dalam sosialisme dan merekalah yang memerangi selain daripada Yahudi terutamanya Islam. Dan merekalah manusia yang paling kuat permusuhannya terhadap orang-orang mukmin.

Di antara sebab-sebab yang membantu kewujudan fenomena ini kerana tiadanya perasaan kewatanan di kalangan para pemuda dan keadaan kelemahan politik, kemewahan yang tidak syari dan kekosongan masa serta ketiadaan matlamat yang boleh menyibukkan pemuda-pemuda untuk membina masa depannya dan memperbaiki watannya serta banyak mengembara keluar negara lalu terpengaruh dengan fasad ini. Dan di antara faktor yang lain adalah tindakan kerajaan memerangi semangat keugamaan dan gambaran mereka terhadap setiap Muslim adalah seperti Rahib (meninggalkan dunia) di samping penyempitan ini, dan begitu juga pemenjaraan dan mahkamah tentera dsbnya. Juga kosongnya silibus-silibus pelajaran daripada bekalan spritual dan pendidikan agama serta penambahan media-media yang merosakkan yang membantu menyesatkan dan membentangkan budaya-budaya asing untuk menjadi contoh kepada pemuda dan pemudi. Begitu juga galakan beberapa buku puak sekular dan kiri terhadap memerangi agama dan tujuan mereka untuk mengasingkan agama dari negara. Semua ini menggalakkan kepada penyelewengan. Di samping toleransi dalam memerangi dadah dan kekejian dan meninggalkan masyarakat menjadi mangsa pada media-media kerosakan dan undang-undang juga tidak menjanjikan balasan yang boleh menghalang perkara tersebut.

Beberapa Tanggungjawab Keluarga dan Kerajaan

Di sana terdapat satu tanggungjawab yang besar ke atas institusi keluarga dan pentarbiahan terhadap anak-anak. Setiap penjaga (ibubapa) adalah bertanggungjawab terhadap penjagaannya serta wajiblah ke atas ayah dan ibu untuk mengambil berat terhadap didikan anak-anak, bukan untuk membantu mereka melakukan kerosakan dengan memberi mereka harta benda, kereta, dan kurangnya pengawalan terhadap tindak tanduk mereka. Para bapa hendaklah mengetahui bahawa Allah akan mempersoalkan mereka tentang penjagaan.

Wajiblah ke atas kerajaan untuk mendidik bangsanya melalui tauladan dan amalan yang serius serta produktif, di samping mengembeling tenaga pemuda ke arah pengeluaran yang produktif dan mendidik mereka berjihad dan menjaga tanah air daripada sebarang pencerobohan. Kami berharap daripada pemuda-pemuda untuk mengambil iktibar daripada fenomena ini. Maka janganlah mereka mengabaikan urusan agamanya dan hendaklah mencari benteng pertahanan dariapada tergelincir kedalam jurang yang bahaya ini. Hendaklah mereka mempersenjatakan diri dengan senjata iman dan taqwa serta mengambil berat terhadap masa depan yang hakiki agar mereka berjaya di hari akhirat dengan syurga dan nikmatnya serta selamat daripada neraka dan apinya. Sesungguhnya kami melihat bahawa fenomena penyembahan syaitan adalah satu fenomena sosial dan pendidikan pada peringkat yang pertama sebelum dia menjadi satu jenayah. Oleh itu mestilah setiap ahli masyarakat dan pendidikan untuk mengkajinya dan meletakkan jalan penyelesaian yang sesuai untuk mengubatinya serta membersihkan masyarakat daripadanya dan kesannya. Media massa terutamnya television hendaklah mengadakan topik-topik perbincangan untuk memperingatkan para pemuda dan ketua-ketua serta tunggak negara kepada faktor faktor yang membawa kepada fenomena tersebut serta cara yang boleh menutup jalan yang membawa para pemuda jatuh ke dalam jurang ini. Metod-metod kekerasan sahaja bukanlah metod yang terbaik untuk penyembuhan tetapi hendaklah khidamt peranan pasukan keamanan serta kehakiman untuk menumpukan perhatian terhadap siapa yang telah sabit jenayahnya dan memberi balasan yang sepatutnya.


IMAN DAN TAQWA

Menggapai Keberkahan Hidup
Oleh Drs. H. Ahmad Yani

Setiap orang tentu saja ingin memperoleh keberkahan dalam hidupnya di dunia ini. Karena itu kita selalu berdo’a dan meminta orang lain mendo’akan kita agar segala sesuatu yang kita miliki dan kita upayakan memperoleh keberkahan dari Allah Swt. Secara harfiyah, berkah berarti an nama’ waz ziyadah yakni tumbuh dan bertambah, ini berarti Berkah adalah kebaikan yang bersumber dari Allah yang ditetapkan terhadap sesuatu sebagaimana mestinya sehingga apa yang diperoleh dan dimiliki akan selalu berkembang dan bertambah besar manfaat kebaikannya. Kalau sesuatu yang kita miliki membawa pengaruh negatif, maka kita berarti tidak memperoleh keberkahan yang diidamkan itu.

Namun, Allah Swt tidak sembarangan memberikan keberkahan kepada manusia. Ternyata, Allah SWT hanya akan memberi keberkahan itu kepada orang yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Janji Allah SWT untuk memberikan keberkahan kepada orang yang beriman dan bertaqwa dikemukakan dalam firman-Nya yang artinya: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya� (QS 7:96).

Apabila manusia, baik secara pribadi maupun kelompok atau masyarakat memperoleh keberkahan dari Allah Swt, maka kehidupannya akan selalu berjalan dengan baik, rizki yang diperolehnya cukup bahkan melimpah, sedang ilmu dan amalnya selalu memberi manfaat yang besar dalam kehidupan. Disinilah letak pentingnya bagi kita memahami apa sebenarnya keberkahan itu agar kita bisa berusaha semaksimal mungkin untuk meraihnya.

BENTUK KEBERKAHAN Secara umum, keberkahan yang diberikan Allah SWT kepada orang-orang yang beriman bisa kita bagi kedalam tiga bentuk. Pertama, berkah dalam keturunan, yakni dengan lahirnya generasi yang shaleh. Generasi yang shaleh adalah yang kuat imannya, luas ilmunya dan banyak amal shalehnya, ini merupakan sesuatu yang amat penting, apalagi terwujudnya generasi yang berkualitas memang dambaan setiap manusia. Kelangsungan Islam dan umat Islam salah satu faktornya adalah adanya topangan dari generasi yang shaleh. Generasi semacam itu juga memiliki jasmani yang kuat, memiliki kemandirian termasuk dalam soal harta dan bisa menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya. Keberkahan semacam ini telah diperoleh Nabi Ibrahim as dan keluarganya yang ketika usia mereka sudah begitu tua ternyata masih dikaruniai anak, bahkan tidak hanya Ismail yang shaleh, sehat dan cerdas, tapi juga Ishak dan Ya’kub. Di dalam Al-Qur’an keberkahan semacam ini diceritakan oleh Allah yang artinya: “Dan isterinya berdiri (di balik tirai) lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang kelahiran Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya’kub. Isterinya berkata: "Sungguh mengherankan, apakah aku aka melairkan anak, padahal aku adalah perempuan seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula?. Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh". Para malaikat itu berkata: "Apakahkamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah" (QS 11:71-73).

Kedua, keberkahan dalam soal makanan yakni makanan yang halal dan thayyib, hal ini karena ulama ahli tafsir, misalnya Ibnu Katsir menjelaskan bahwa keberkahan dari langit dan bumi sebagaimana yang disebutkan dalam firman surat Al A’raf: 96 di atas adalah rizki yang diantara rizki itu adalah makanan. Yang dimaksud makanan yang halal adalah disamping halal jenisnya juga halal dalam mendapatkannya, sehingga bagi orang yang diberkahi Allah, dia tidak akan menghalalkan segala cara dalam memperoleh nafkah. Di samping itu, makanan yang diberkahi juga adalah yang thayyib, yakni yang sehat dan bergizi sehingga makanan yang halal dan tayyib itu tidak hanya mengenyangkan tapi juga dapat menghasilkan tenaga yang kuat untuk selanjutnya dengan tenaga yang kuat itu digunakan untuk melaksanakan dan menegakkan nilai-nilai kebaikan sebagai bukti dari ketaqwaannya kepada Allah Swt, Allah berfirman yang artinya: Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah Allah rizkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya (QS 5:88).

Karena itu, agar apa yang dimakan juga membawa keberkahan yang lebih banyak lagi, meskipun sudah halal dan thayyib, makanan itu harus dimakan sewajarnya atau secukupnya, hal ini karena Allah sangat melarang manusia berlebih-lebihan dalam makan maupun minum, Allah Swt berfirman yang artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indak di setiap memasuki masjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan� (7:31).

Ketiga, berkah dalam soal waktu yang cukup tersedia dan dimanfaatkannya untuk kebaikan, baik dalam bentuk mencari harta, memperluas ilmu maupun memperbanyak amal yang shaleh, karena itu Allah menganugerahi kepada kita waktu, baik siang maupun malam dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam setiap harinya, tapi bagi orang yang diberkahi Allah maka dia bisa memanfaatkan waktu yang 24 jam itu semaksimal mungkin sehingga pencapaian sesuatu yang baik ditempuh dengan penggunaan waktu yang efisien. Sudah begitu banyak manusia yang mengalami kerugian dalam hidup ini karena tidak bisa memanfaatkan waktu dengan baik, sementara salah satu karakteristik waktu adalah tidak akan bisa kembali lagi bila sudah berlalu, Allah berfirman yang artinya: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran� (QS 103:1-3).

Karena itu, bagi seorang muslim yang diberkahi Allah, waktu digunakan untuk bisa membuktikan pengabdiannya kepada Allah Swt, meskipun dalam berbagai bentuk usaha yang berbeda, Allah berfirman yang artinya: “Demi malam apabila menutupi, dan siang apabila terang benderang, dan penciptaan laki-laki dan perempuan. Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. Adapun orang yang memberikan (harta di jalan Allah) dan bertaqwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.� (92:1-7).

KUNCI KEBERKAHAN.

Dengan demikian menjadi jelas bagi kita bahwa sebagai seorang muslim, keberkahan dari Allah untuk kita merupakan sesuatu yang amat penting. Karena itu, ada kunci yang harus kita miliki dan usahakan dalam hidup ini. Sekurang-kurangnya, ada dua faktor yang menjadi kunci keberkahan itu.

Iman dan Taqwa Yang Benar

Di dalam ayat di atas, sudah dikemukakan bahwa Allah akan menganugerahkan keberkahan kepada hamba-hambanya yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Semakin mantap iman dan taqwa yang kita miliki, maka semakin besar keberkahan yang Allah berikan kepada kita. Karena itu menjadi keharusan kita bersama untuk terus memperkokoh iman dan taqwa kepada Allah Swt. Salah satu ayat yang amat menekankan peningkatan taqwa kepada orang yang beriman adalah firman Allah yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwadan jangan sampai kamu mati kecuali dalam keadaan berserah diri/muslim (QS 3:102).

Keimanan dan ketaqwaan yang benar selalu ditunjukkan oleh seorang mu’min dalam bentuk melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya, baik dalam keadaan senang maupun susah, dalam keadaan sendiri maupun bersama orang lain. Tegasnya keimanan dan ketaqwaan itu dibuktikan dalam situasi dan kondisi yang bagaimananpun juga dan dimanapun dia berada.

Berpedoman kepada Al-Qur’an

Al-Qur’an merupakan sumber keberkahan sehingga apabila kita menjalankan pesan-pesan yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan berpedoman kepadanya dalam berbagai aspek kehidupan, nicaya kita akan memperoleh keberkahan dari Allah Swt, Allah berfirman yang artinya: Dan Al-Qur’an ini adalah suatu kitab (peringatan) yang mempunyai berkah yang telah kami turunkan. Maka mengapakah kamu mengingkarinya? (QS 21:50, lihat juga QS 38:29.6:155).

Karena harus kita jalankan dan pedomani dalam kehidupan ini, maka setiap kita harus mengimani kebenaran Al-Qur’an bahwa dia merupakan wahyu dari Allah Swt sehingga tidak akan kita temukan kelemahan dari Al-Qur’an, selanjutnya bisa dan suka membaca serta menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari, baik menyangkut aspek pribadi, keluarga, masyarakat maupun bangsa.

Akhirnya menjadi jelas bagi kita bahwa, keberkahan dari Allah yang kita dambakan itu, memperolehnya harus dengan berdo’a dan berusaha yang sungguh-sungguh, yakni dalam bentuk memantapkan iman dan taqwa serta selalu menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam hidup ini. [ayani@indosat.net.id]

Sumber: www.alhikmah.com